Sepuluh tahun lalu, Alhamdulillah, saya adalah alumni Pondok Modern Darussalam Gontor dan mahasiswa UNIDA Gontor. Saya tengah menikmati masa-masa puncak kebodohan (Peak of Mount Stupid) di kampus. Jika saat ini melihat postingan dan komentar Facebook saya dahulu, saya benar-benar malu menyadari betapa arogan dan sombongnya saya atas ilmu saya. Sibuk ikut grup-grup debat agama karena belajar Kristologi, sibuk menyindir teman-teman yang pacaran, dan lain sebagainya. Sepuluh tahun lalu, saya juga mulai menulis di blog.
Sembilan tahun lalu, saya memutuskan dengan mantap untuk melanjutkan kuliah di D.I. Yogyakarta. Daerah yang sama sekali belum pernah ada di benak saya. Saya pernah tinggal di Surabaya, Trenggalek, Tuban, paling lama Ponorogo, semuanya di Jawa Timur. Namun belum pernah terpikir untuk ke luar provinsi. Namun setelah saya mempelajari ada kampus negeri yang memiliki visi Taqwa, Mandiri, Cendekia maka saya menargetkan diri kuliah disana, UNY. Jurusannya adalah jurusan yang membantu saya mengelola suatu lembaga pendidikan, yak, Manajemen Pendidikan. Ikut SBMPTN, belajar dengan giat, dan Alhamdulillah lulus.
Delapan tahun lalu, saya menikmati hidup prihatin sebagai mahasiswa baru di UNY. Saya berjalan sekitar 20 menit ke kampus. Kos-kosan hanya berisikan kasur dan kardus. Apa itu Whatsapp? Teman-teman menghubungi saya lewat SMS, ya HP saya bukan Android. Uang saku sebulan di luar biaya kos adalah tiga ratus ribu. Namun waktu itu, Alhamdulillah, rasanya tetap menyenangkan. Saya berangkat ke kampus dengan niat belajar. Bahkan menyisihkan uang yang tak seberapa untuk membeli buku. Saya menjadi mahasiswa, yang lebih tua dari sebagian teman lain, karena dampak pengabdian dan pindah kuliah.
Tujuh tahun lalu, saya mulai berorganisasi di kampus. Saya ikut Himpunan Mahasiswa Jurusan (HIMA) Administrasi Pendidikan dan KMIP (Keluarga Muslim Ilmu Pendidikan). Alhamdulillah, bertemu dengan teman-teman yang suportif dan menolong saya dalam banyak hal. Saya tak lagi nge-kos, setidaknya menjadi takmir masjid mengurangi biaya hidup. Namun jalan kaki saya jadi lebih jauh. Saya jalan kaki selama 40 menit ke kampus, seriusan. Namun selalu ada teman-teman yang berkenan mengantar pulang. Saya juga mulai bertemu aktivis dakwah, teman-teman sepemikiran dan seperjuangan, walaupun saya sendiri sering cerewet sama mereka.
Enam tahun lalu, Alhamdulillah, saya dipercaya oleh teman-teman. Saya ditunjuk sebagai Mas’ul , ketua untuk Keluarga Muslim Ilmu Pendidikan. Padahal masih sama, saya masih jalan kaki ke kampus. Walaupun takmir kadang-kadang meminjami saya motor. Saya sudah ada Whatsapp, tapi HP-nya masih yang tombol numpad 1-9, Smartfren Andromax Prime namanya. Koordinasi lembaga, sambil terdengar, cetek-cetek-cetek. Saya juga dipercaya sebagai ketua lembaga serupa namun skala nasional, FULDKIP (Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Kampus), memimpin sekitar 25 lembaga di seluruh Indonesia. Entah kenapa, tapi kuliah saya, harus tandas karena biaya.
Lima tahun lalu, saya masih membersamai teman-teman di kampus, tapi saya harus melanjutkan hidup. Karena tidak kuliah, saya bekerja. Alhamdulillah ada CV. Trilions yang merekrut dan bersedia menampung saya, padahal tak punya device (laptop). Saya diajari Digital Marketing, Facebook Ads, Copywriting, membuat Website, dan lain sebagainya. Suatu kesyukuran besar bagi saya. Kala itu, masa-masa COVID-19, adik saya paling kecil kesulitan ikut belajar karena tak punya HP. Alhamdulillah, gaji pertama saya di D.I. Yogyakarta, saya belikan HP untuk adik bungsu agar bisa ikut sekolah via daring.
Empat tahun lalu, ternyata keuangan perusahaan kurang membaik. Saya hengkang lebih awal. Beberapa bulan berikutnya, Alhamdulillah, saya bekerja di PT. Bayaasin, perusahaan digital marketing juga. Padahal keadaannya sama, saya tidak punya device dan kendaraan. Saya juga tak lagi takmir di tempat yang lama. Tapi alhamdulillah ada teman yang meminjamkan tempat tinggal dan kendaraan. PT. Bayaasin tempat bekerja sekaligus belajar yang menyenangkan. Beberapa bulan berikutnya saya juga dipercaya menjadi Manajer, merasakan gaji dua kali lipat UMR, walau hanya beberapa bulan.
Tiga tahun lalu, saya keluar dari Bayaasin. Saya membersamai PT. Al-Anshor sebagai Kepala Digital Marketing. Namun karena satu dan lain hal, hanya bertahan beberapa bulan. Akhirnya harus mencari kerja kembali. Alhamdulillah, saya ditawari membantu pengelolaan media sosial Citra Djogja Catering, WFH. Dua bulan kemudian saya juga diminta menjadi guru atau fasilitator pembelajaran di Sekolah Syakila Yogyakarta. Saya yang notabene mahasiswa pendidikan merasa terpanggil. Namun saya khawatir tidak sesuai dengan idealisme saya tentang pendidikan, khawatirnya malah membebani. Setelah dialog lebih dalam dan memahami sekolah ini, bismillah, saya coba dulu. Beberapa bulan menjalani dua pekerjaan sekaligus, ternyata saya keberatan. Akhirnya memutuskan untuk fokus di Sekolah Syakila Yogyakarta.
Dua tahun lalu, saya tak menyangka akan kerasan dan betah mengajar siswa-siswi SMP-SMA. Saya yang awalnya berpikiran bahwa anak-anak seusia itu belum bisa diajak dialog, belum nyambung, belum bisa diskusi, ternyata salah. Mereka adalah teman-teman belajar, diskusi, dialog yang menyenangkan. Sekolah Syakila Yogyakarta juga saya bertemu dengan akhwat, teduh-kalem-sederhana. Beuh. cocok buat saya yang galak, gradakan, dan grusa-grusu. Maret 2023, ta’aruf, April 2023, Alhamdulillah kami menikah. Proses dari ta’aruf, lamaran, urus berkas, menikah, kurang lebih hanya lima pekan. Tiga bulan setelah menikah, saya diamanahi sebagai Direktur Pondok Pesantren Mahasiswa Nur Baiturrahman.
Setahun lalu, tak disangka secepat itu Allah mengubah hidup manusia. Saya yang seorang perantau sendiri di Yogyakarta, Alhamdulillah, Allah anugerahi menjadi seorang suami sekaligus ayah. Sosok buah hati lahir setelah 10 bulan kami menikah. Putra sulung kami bernama Fayyad Nuruddin Zanki membersamai keluarga kecil kami. Fayyad berarti keberlimpahan (Abundance), Nuruddin Zanki harapannya dapat menjadi teladan-nya kelak.
Saat ini, tanggal ini, di usia 30 tahun, dengan berbagai perjalanannya, susah-senangnya, sedih-bahagianya, masih banyak sekali nikmat yang belum di-hamdalah-i. Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah. Allah Maha Baik, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Terima kasih buat teman-teman yang sangat banyak sekali mendukung saya. Jujur saja, saya bisa sampai saat ini, bukan pencapaian kerja keras saya pribadi, tapi lebih banyak adalah pertolongan keluarga dan teman-teman yang sangat ikhlas dan tulus. Semoga dengan bertambahnya usia saya, saya bisa memberikan manfaat lebih baik dan lebih luas lagi. Mohon doanya dan dukungannya yaa.. Barakallahu lakum
Leave a Reply