‘Berhati-hatilah dengan ucapan, karena sebagian dari ucapan adalah doa’. Saya cari secara singkat terkait teks ini, ternyata ini bukanlah hadits, bukan perkataan Rasulullah saw. Mungkin lebih mirip dengan peribahasa atau sekadar nasihat. Namun terlepas dari hadits ataupun bukan, Rasulullah saw di banyak literatur menyampaikan tentang pentingnya menjaga lisan. Namun konteks dalam tulisan ini bukanlah negatif, hanya beberapa hal terjadi selama saya membersamai kelahiran anak pertama.
Kala itu akhir Februari 2024, sekitar tanggal 27 Februari 2024. HPL istri adalah awal Maret. Alhamdulillah selama kehamilan rutin kontrol setiap bulan dan tak ketinggalan suplemen-suplemen mendukung kehamilan. Istri sudah beraktivitas di rumah saja setelah sebelumnya sibuk berkampanye karena memang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di kabupaten. Adapun kala itu, saya sedang beraktivitas di dua tempat, yaitu di sekolah sekaligus ada pekerjaan tabulasi untuk perhitungan suara salah seorang calon anggota dewan. Sehingga pagi-siang di sekolah dan sore-malam di markas tabulasi. Pun di sekolah kala itu, sedang merencanakan camping sebelum Ramadhan. Namun saya tetap bolak-balik rumah sekaligus intens menjaga komunikasi mengingat memang mendekati HPL. Berusaha jadi suami stand-by.
Tanggal 27 Februari 2024 sekitar pukul 10.30, ketika sedang di sekolah, saya mendapat pesan Whatsapp yang isinya, “aku sudah kontraksi 5 menit sekali. Ini sambil terus aku hitung“. Maka tanpa panjang lebar, saya langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, istri memang kontraksi 5 menit sekali, tapi perlu memastikan apakah ini kontraksi palsu dan kontraksi asli. Karena memang ada keadaan kontraksi palsu dan kontraksi asli. Berikut perbedaan kontraksi asli dan palsu menurut DeepSeek AI.

Setelah meyakini kalau ini kontraksi asli. Kami berunding, mengingat kami memang sudah mendaftar mana saja faskes disekitaran rumah yang dapat membantu persalinan dengan klaim BPJS. Namun belum benar-benar menentukan faskes mana yang dipilih. Mengingat setiap faskes setelah diteliti kadang ada kurang dan lebihnya. Mulanya istri ingin persalinan di RSKIA Sadewa, mengingat selama kehamilan kalau kontrol di RSKIA Sadewa. Namun mengingat faskes tersebut bukan faskes pertama maka tidak memungkinkan klaim via BPJS, kecuali datang ketika sudah keadaan sangat darurat. Sangat tidak memungkinkan kalau harus menunggu darurat dulu baru ke faskes. Jadinya, pilah-pilih faskes pertama.
Akhirnya, setelah mempertimbangkan ini dan itu, akhirnya kami memilih faskes ‘Bidan Mei Muhartati’ yang ada di utara Eastparc Hotel. Kenapa? Karena pertama tidak terlalu jauh dari rumah orang tua dan yang kedua karena pengalaman istri. Karena adik istri (adik ipar saya) semuanya dilahirkan disana. Serta termasuk faskes yang nyaman meskipun sederhana untuk persalinan.
27 Februari 2024 pukul 14.00, Kami bersiap, pakaian bayi yang memang sudah dibeli sekaligus pakaian kami yang sudah kami pack kami angkut. Kami berangkat menuju ‘Bidan Mei’ dengan harapan melahirkan saat itu juga. Estimasi tidak berpengalaman saya memperkiran kalau istri akan melahirkan sore itu atau malam itu juga. Mengingat istri kontraksi setiap 7-8 menit sekali. Sesampainya di lokasi, istri diperiksa oleh bidan jaga dan konsultasi sejenak. Dan ternyata, belum pembukaan. Kami dipersilahkan kembali ke rumah, tentu sambil setengah kecewa.
Sepanjang sore dan malam, istri mengeluh kontraksi. Sembari mengeluh sembari menghitung lama kontraksi. Ternyata daripada menghitung manual, sebaiknya para bapak menyiapkan aplikasi yang memudahkan kita untuk menghitung kontraksi. Dan suami baiknya membantu menghitung, karena istri kadang-kadang sudah tidak sempat dan terlalu capek buat mencet tombol di Timer ini. Aplikasi ini juga akan menunjukkan di hitungan ke berapa yang sudah saatnya menuju faskes. Walaupun hitungan ala aplikasi dengan faskes berbeda. Selain itu, kami juga update lama kontraksi ini ke pihak ‘Bidan Mei’ agar mereka tahu sudah sampai mana proses pembukaan.

Malam inilah saya ‘nyeletuk’ tidak sengaja. Saya berujar, ‘Kalau lahir tanggal 29 Februari bagus tanggalnya, lahir pas kabisat’. Istri langsung menangkal tidak mau, karena terlalu lama. Masih harus menunggu satu hari lagi. Lebih baik keluar secepatnya. Akhirnya, pagi hari, kontraksi tidak berubah banyak, hanya sedikit lebih cepat. Memang secara medis disampaikan, bahwa kelahiran anak pertama memiliki masa kontraksi lebih lama daripada anak-anak berikutnya. Proses pembukaan dari 1 hingga 10 bisa mencapai 12-16 jam.
28 Februari 2024 pukul 08.00, Istri merasa kontraksi semakin hebat dan tak tertahankan. Saya berkonsultasi ke pihak ‘Bidan Mei’ untuk ke faskes, ternyata diperbolehkan. Akhirnya berbekal perlengkapan yang kemarin, kami berangkat ke Bidan Mei. Disana istri dipersilahkan berbaring dan saya menyiapkan barang-barang. Ibu Mertua juga berpesan diminta mampir ke rumah karena sudah disiapkan sarapan. Sembari istri diperiksa bidan, saya ke rumah orang tua untuk ambil sarapan. Ternyata kabar baik, sudah pembukaan 2.
Semenjak fase ini, istri dicek adalah setiap 4 jam sekali. Cek seputar tambahan pembukaan dan juga detak jantung bayi. Cek berikutnya pukul 12.00, pembukaan tetap 2, tidak bertambah. Istri mengeluhkan kontraksi yang sakit. Bidan menyarankan agar menggunakan gymball ibu hamil yang telah disediakan, miring ke kiri, dan juga banyak jalan kaki. Akhirnya semua saran diikuti, saya sekedar menemani dan memotivasi, terkadang sambil tiduran di ranjang ibu hamil karena istri sedang duduk di gymball atau jalan-jalan😅. Bidan juga berpesan, ‘Sebaiknya justru dikejar rasa sakitnya, biar lebih cepat sakit, lebih cepat melahirkan’. Cek berikutnya pukul 16.00 WIB, belum ada tambahan pembukaan.
Sekitar pukul 18.00, ada mobil yang mengantar ibu hamil, dilihat dari usianya relatif muda. Ketika datang ia tidak berlihat bersama suami, tapi bersama ibunya atau budhe-nya saya lupa. Mereka berada di ranjang yang berbeda dengan kami namun satu ruangan. Setelah beberapa saat sembari menyiapkan satu dan lain hal. Sekitar pukul 20.00 WIB, para bidan sibuk membantu proses persalinan ibu yang baru datang tadi. Dan luar biasanya, tak sampai 30 menit, suara tangisan bayi sudah terdengar. ‘Ibu Ranjang Sebelah’ sudah melahirkan dengan cepat.
Setelah bidan menyelesaikan persalinan tadi, mereka lalu mengecek kami dan cek pembukaan. Belum ada tambahan, masih pembukaan 2, sedang istri masih kesakitan seperti biasa. Sebisa mungkin saya membelikan suplemen seperti Pocari Sweat dll agar punya energi menghadapi kontraksi dan juga persiapan melahirkan. Ibu dari ‘ranjang sebelah’ (nenek si bayi yang baru lahir) sekadar bertegur sapa dan bercerita kepada kami seputar bayi. Ternyata banyak hal yang tidak disangka terkait dengan ‘ibu ranjang sebelah’. Kami hanya bisa mendoakan yang terbaik. Sembari beliau ternyata meminjam motor untuk membelikan Susu Formula buat si bayi, kami pinjamkan.
Pukul 24.00 WIB, kembali pemeriksaan tengah malam, istri di bawa ke ruang pemeriksaan sembari tes detak jantung bayi. Detak jantung bayi normal, namun untuk pembukaan belum ada pertambahan. Saya juga sudah lelah dan mengantuk, sedangkan proses persalinan terasa masih lama. Akhirnya bidan menyarankan, istirahat dan akan dicek kembali pukul 04.00 WIB. Sembari saya istirahat ringan, istri saya minta untuk menaati saran bidan. Tidur dalam posisi miring, tapi sangat sulit. Istri terasa sangat kesakitan kalau posisi miring dan merasa tidak kuat, sehingga mencari cara lain selain posisi miring, entah pakai gymball atau jalan-jalan sekitar ruangan. Saya perhatikan ketika kontraksi juga terasa sangat sakit.
29 Februari 2024, Akhirnya pukul 04.00 WIB, bidan memeriksa kembali, belum ada pembukaan tambahan, masih di angka 2. Bidan menyampaikan bahwa nanti jam 07.00 WIB adalah yang terakhir, jika pemeriksaan belum menunjukkan tanda-tanda persalinan, maka akan dirujuk. Kami meng-iya-kan.
Pukul 07.00 WIB, pembukaan tidak tambah tapi keluar cairan, kemungkinan besar ketuban rembes. Bidan segera membuat surat rujukan, dan saya segera berkemas sembari memesan Go-Car. Istri juga mengeluh kesakitan. Tujuan kami, IGD RSKIA Sadewa. Surat rujuk selesai dibuat kami berangkat menuju IGD. Sesampainya disana, IGD sedang dalam keadaan darurat pula, ada ibu hamil yang juga teriak-teriak kesakitan. Kami tidak tahu detailnya, tapi kami diminta langsung ke bilik IGD dan menunggu. Para dokter dan bidan sibuk menangani ibu hamil tersebut, sedangkan saya juga berusaha menenangkan istri.
Tak selang berapa lama, istri didatangi dokter. Pertanyaan pertamanya, ‘HPL kapan?’, kami jawab, ‘awal Maret’. Beliau seperti bernapas lega. Lalu masuklah bidan melakukan pemeriksaan seperti di ‘Bidan Mei’, tapi kali ini menggunakan alat seperti monitor dan mengeluarkan kertas print. Istri diminta menekan alat digenggamannya setiap kali merasakan tendangan bayi. Istri juga dipasang kateter dan diinfus. Adapun saya diminta mengurus beberapa administrasi sebelum ditindaklanjuti. Sekitar 30 menit saya mengurus administrasi, saya kembali ke bilik IGD. Istri masih terbaring sembari dipantau menggunakan alat. Bidan dan dokter sedang di luar bilik, di meja IGD. Setelah saya serahkan berkas administrasi dan pantauan berhenti. Pukul 09.30, istri di bawa ke ruang bersalin.
Selama di bilik IGD, ketuban berubah warna menjadi hijau. Adapun ketika di ruang bersalin, keadaan sudah cukup tenang. Istri diminta berbaring dan saya menemani. Saya juga sempat beli makanan/minuman untuk bekal energi istri dalam bersalin. Selain kontraksi yang semakin intens, istri juga terlihat sangat kelelahan. Satu setengah hari menahan/mendorong bayi mau keluar tentu menghabiskan banyak energi. Sampai-sampai, istri ketiduran padahal dalam keadaan kontraksi. Ruang bersalin RSKIA Sadewa ternyata juga menyediakan botol Pocari Sweat yang dijual. Karena kami butuh, maka kami beli. Selain itu, mengingat selama ini kami sering kontrol di RSKIA Sadewa, bidan menelpon dokter yang biasa kami datangi ketika kontrol, dan beliau masih dalam perjalanan.
Sekitar pukul 09.00, seorang bidan masuk melakukan pemeriksaan, setelah diperiksa singkat, beliau berkata, ‘Sudah sekarang aja, daripada masuk ruang operasi mbak, siap?’, ‘Mas, dorong kepala dan punggung istrimu!’. Saya kaget, tapi patuh. Istri juga kaget. ‘Ngeden mbak! Sekuat tenaga!’. Sembari bidan memberikan instruksi, dia juga membantu proses persalinan. Saya ada di ruangan dan melihat semua kejadian di dalam. Akhirnya kepala si bayi keluar, sembari tetap disuruh ngeden dan saya tetap mendorong punggung istri. Sekitar 5 menit, bayi keluar, namun tidak langsung menangis, bayi dibawa oleh beberapa bidan ke bagian lain dari ruang bersalin, dibersihkan bagian tenggorokan, dan akhirnya menangis. Mungkin jarak bayi keluar hingga menangis sekitar 1 menit lebih sedikit. Bidan terlihat sigap dan cekatan.
Sekitar pukul 09.50, bayi lahir dengan berat 3,180 kg dan panjang 53 cm. Saya merasa lega, istripun juga. Dokter baru datang setelah bayi keluar. Bayi lalu dibersihkan dan dipeluk istri untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Bidan pun menjelaskan tanda-tanda penting bayi, bagaimana fisik bayi, normal atau tidak, dan dimana letak tanda lahir. Kemudian dokter mengeluarkan plasenta, lalu membius sebagian dan menjahit istri pasca persalinan. Istri terlihat tenang dan tidak kesakitan. Saya, memberikan pengumuman melalui Whatsapp kepada keluarga.
Sekitar pukul 11.00, akhirnya kami diperbolehkan menuju kamar inap. Bayi diambil oleh bidan untuk di-observasi. Saya membawa plasenta yang sudah dimasukkan ke kendi dan berbagai perlengkapan selama di ruang bersalin menuju kamar inap. Satu ruangan berisikan 6 bilik ranjang, namun saat itu hanya ada satu terisi, itupun sedang berkemas hendak pulang. Jadi selama siang di kamar inap, kami sendiri. Bayi belum bisa kami bawa karena masih diobservasi. Istri terlihat sangat lelah dan akhirnya tidur.
Saya pun berinisiatif pulang sebentar, istirahat di rumah, lalu mengubur ari-ari. Saya kembali ke RS sekitar pukul 15.00. Istri masih istirahat, bayi belum ada, saya juga membawakan makanan. Saya juga ke bawah, menanyakan keadaan bayi, dan kata bidan, akan diantar pukul 16.00 WIB. Disinilah saya merasa bersalah, karena sejak lahir, bayi belum saya adzani.
Pukul 16.00 WIB, bayi diantar oleh bidan. Istri juga diajari cara menyusui bayi. Setelah tutorial singkat, bidan pergi, saya meng-adzani bayi. Cukup terlambat dari jam kelahiran. Tapi tidak apa-apa, daripada tidak sama sekali. Lalu kami berdiskusi, memikirkan nama yang tepat untuk bayi. Diskusi ini tidak perlu diceritakan dan hasilnya tidak keluar hari itu pula.


Sejujurnya, setelah proses kelahiran, kami terheran-heran, bahwa semua ucapan kami benar-benar menjadi kenyataan, seperti doa. Istri sekadar berharap agar bisa lahiran di RSKIA Sadewa. Walaupun awalnya harus ‘menginap’ dulu 24 jam di Bidan Mei ternyata akhirnya menjadi kenyataan, istri lahiran di RSKIA Sadewa. Saya pun juga demikian, ketika saya hanya nyeletuk bahwa lahiran di tanggal 29 Februari akan menarik, ternyata juga menjadi kenyataan, istri harus kontraksi cukup lama dan akhirnya benar-benar lahir di tanggal 29 Februari 2024. Hal ini jadi pelajaran bagi kami untuk berhati-hati menjaga ucapan dan setiap ucapan harus baik agar menjadi kenyataan yang baik. Sekian.
Leave a Reply