Fungsi Masjid dan Pemuda di dalamnya
Sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam masjid bukanlah sekadar tempat untuk shalat. Namun banyak aktivitas umat Islam terjadi di dalamnya. Selain perdagangan/ekonomi, ia juga digunakan sebagai tempat pendidikan, tempat istirahat musafir, tempat rapat atau konsolidasi umat Islam, tempat menerima tamu, tempat pengobatan orang sakit, tempat pembagian zakat dan lain sebagainya yang orientasinya mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka masjid memiliki peran yang vital dalam kehidupan umat Islam.
Masjid pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bukan tempat yang asing bagi anak-anak. Para pemuda dan anak-anak pada zaman Rasulullah berkumpulnya di masjid. Maka betapa banyak riwayat-riwayat hadits yang bisa kita dapati adalah peran pemuda dan anak-anak pada masa Rasulullah. Kita mendapati Anas bin Malik ra, yang membersamai Rasulullah sejak usia 10 tahun. Kita mengenal Abu Hurairah ra yang juga pemudia usia 25 tahun . Lalu adapula Jabir bin Abdullah ra, seorang pemuda Anshar yang berbaiat kepada Rasulullah sejak usia 19 tahun. Kemudian ada Abadillah al-Arba’ah, empat sekawan pemuda sahabat Rasulullah bernama Abdullah yang merupakan putra dari sahabat Rasulullah yang lain. Empat sekawan ini adalah : Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, serta Abdullah bin Amru bin Ash radhiallahu anhum. Mereka juga pemuda, saat usia Rasulullah 60 tahun, usia mereka tidak sampai 20 tahun.
Dan dari semua nama yang saya sampaikan di atas, kesemuanya pernah meriwayatkan hadits, bahkan beberapa diantaranya adalah perawi terbanyak seperti Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan Abdullah bin Abbas radhiallahu anhum. Artinya, selain ingatan mereka yang luar biasa, kebersamaan mereka bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat membekas. Sehinga menjadi memori yang indah bagi mereka untuk dibagikan bersama kaum muslimin yang lain. Beberapa hadits diantaranya adalah hadits mereka di masjid bersama Rasulullah. Berikut salah satunya :
Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu anhuma : “Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari biliknya menuju masjid. Kemudian beliau mendapati dua kelompok. Satu kelompok membaca Al-Quran dan berdoa kepada Allah dan kelompok yang lain belajar ilmu dan mengajarkan. Rasulullah lalu bersabda, ‘keduanya dalam kebaikan, adapun kelompok yang sedang membaca al-Quran dan berdoa kepada Allah, apabila Allah berkehendak maka Allah akan mengabulkan, dan apabila Allah berkehendak maka Allah tidak mengabulkan. Adapun untuk kelompok yang sedang belajar dan mengajarkan, ketahuilah bahwa aku diutus untuk menjadi pendidik.‘. Lalu beliau duduk bersama mereka. (HR. Ibnu Majah)
Maka pemuda, masjid, dan Rasulullah seolah tak terpisahkan. Rasulullah tidak canggung dan senang membersamai generasi muda. Serta para pemuda ini sangat erat dengan masjid, menunggu-nunggu kehadiran Rasulullah serta momentum dibersamai oleh Rasulullah. Tak heran jika salah satu golongan yang kelak diberikan naungan Allah di padang Mahsyar adalah para pemuda yang hatinya terikat dengan masjid.
Masalah Masjid Hari Ini
Masalahnya beberapa masjid dan beberapa jama’ah kurang memahami esensi ini. Masjid dianggap benda tak hidup yang sekadar digunakan untuk beribadah saja. Ia hanyalah seputar bangunan, tiang, mimbar, karpet. Itulah yang dibangun, itulah yang dibesarkan, itulah yang dirawat. Alih-alih menghidupkan dakwah kepada masyarakat serta aktivitas keislaman di dalamnya, malah yang dikerjakan adalah sibuk membesarkan bangunannya, memperindah interiornya, memperbagus karpetnya, mewangikan ruangannya dan lain sebagainya. Sebenarnya jika keduanya berjalan beriringan tak masalah, umat ini juga senang apabila tempat ibadahnya indah, besar, wangi, bersih dan terawat. Namun jika tak berjalan bersama yang terjadi malah kesalahpahaman.
Berapa banyak masjid yang menutup area sholatnya untuk musafir sekadar istirahat? Berapa banyak yang melarang jama’ahnya tidur di dalamnya? Berapa banyak yang bahkan mengusir anak-anak yang sekadar bermain-main berbahagia di walaupun di luar jam shalat? Berikut screenshot salah satu curhatan murid saya :

Betul, murid tersebut mungkin kurang sopan bahkan salah karena kurang memahami maksud dari ibu-bu tersebut. Namun terlepas dari hal tersebut, bagaimana mindset yang ter-install pada jama’ah kalau anak-anak kecil di masjid nanti ngompol? Apa yang dikhawatirkan? Baunya? Najisnya? Karpetnya?
Dan ini tidak hanya terjadi sekali dua kali. Na’uzubillah kalau demikian, namun menurut saya, masih banyak jama’ah yang masih berpola seperti ini, khususnya jama’ah yang (mohon maaf) sepuh atau lebih tua. Kehadirannya di masjid seolah untuk menikmati masa tua, taqarrub ilallah (mendekat kepada Allah) dengan khusyu‘, tenang, dan syahdu. Sehingga merasa kurang nyaman apabila ada anak-anak yang ramai atau bermain-main. Selain itu, memang beberapa diantara jama’ah mengalokasikan uangnya untuk bersedekah atau wakaf demi membangun dan meningkatkan fasilitas masjid. Alhamdulillah patut disyukuri. Namun mohon maaf, terkadang timbul rasa kepemilikan yang berlebihan, terkadang timbul merasa berhak mengatur. Sehingga kadangkala punya perasaan risih kalau ada musafir tidur di karpet yang bagus lagi wangi, risih kalau al-Qur’an diletakkan sembarang rupa setelah dibaca, risih kalau kipas angin digunakan terus menerus, dan lain sebagainya.
Mindset bahwa masjid adalah bangunan, tiang, kipas angin, karpet, inilah yang masih bercokol di sebagian jama’ah umat Islam. Walaupun pasca terkenalnya Masjid Jogokaryan dan mindset-nya soal pengelolaan masjid, banyak yang mulai meninggalkan mindset lama. Namun masih ada bahkan masih banyak yang bertahan pada mindset lama. Terbukti dari status whatsapp murid saya tadi dan beberapa pengalaman sehari-hari.
Bagaimana Seharusnya
Masjid seharusnya jadi tempat terindah bagi umat Islam. Didalamnya tempat musafir beristirahat. Didalamnya tempat anak-anak bermain dan berbahagia asalkan tidak di jam sholat. Didalamnya tempat kajian, rapat-rapat, dan beribadah. Sehingga masjid tidak hanya soal bangunan, tiang, AC, kipas angin, ataupun karpet. Apa sih yang dikhawatirkan dari musafir ngiler di karpet? Apa sih yang dikhawatirkan dari anak kecil ngompol? Apa yang dikhawatirkan dari anak-anak ramai dan bermain-main?
Padahal mari kita pahami dan camkan baik-baik. Semua fasilitas dan keindahan bangunan masjid maupun interiornya tak ada yang lebih mahal daripada hidayah Allah kepada satu orang anak ataupun satu orang manusia. Semahal apapun karpetnya, semahal apapun parfumnya, sebagus apapun masjidnya, tak sepadan, sama sekali tak sepadan dengan hidayah Allah hadir kepada seseorang. Maka para jama’ah berbahagialah, mari berbahagia, bahagia ada yang mau ke masjid. Berbahagia ada yang mau memakmurkan masjid. Bahagia ada yang shalat, belajar, bermain, ataupun tidur di dalamnya. Bahagia. Karena masjid tak sekadar bangunan melainkan tempat beraktivitas umat Islam dan tempat pembinaan generasi muda. Wallahu a’lam bish-showab

Leave a Reply