Scrolling lalu Overthinking

Oleh

|

|

Waktu Baca: 3 menit

Scrollling Pemicu Overthinking

Siapa yang tidak kesal dengan kebiasaan scrolling? Bahkan pelakunya pun sering kali jengkel setelah scrolling. Ketika seseorang bingung mau berbuat apa, tak ada kerjaan. Ia justru memilih rebahan di sofa sambil mindlessly scrolling media sosial hingga berjam-jam. Tanpa disadari, waktu berlalu begitu saja. Dan ketika tersadar, terkadang muncul penyesalan dan rasa bersalah. Jika berlebihan, jadi overthinking, “Ngapain aja aku tadi? Kok ya tidak produktif banget!”.  Karena, di lubuk hati terdalam, ia tahu bahwa waktu itu berharga. Dan seharusnya bisa diisi dengan hal-hal yang lebih bermakna, seharusnya.

Belum lagi kalau melihat orang-orang yang sudah punya pencapaian di media sosial. Lantas muncul perasaan gagal. Gagal karena seharusnya bisa seperti mereka, tapi karena kelemahan diri akhirnya terpuruk dalam keadaan seperti ini. Tapi ya begitulah, satu sisi mengharapkan produktivitas dan pencapaian. Inginnya tidak menyia-nyiakan waktu. Namun disisi lain, perilaku rebahan sambil scrolling tersebut terulang kembali. Maka apa yang sebenarnya terjadi? Seorang filsuf Prancis, Blaise Pascal, pernah bilang

All of humanity’s problems stem from man’s inability to sit quietly in a room alone
Semua masalah manusia berasal dari ketidakmampuannya untuk duduk sendirian dalam ruangan yang sepi.

Bahwa masalah-masalah manusia itu terjadi lantaran terlalu takut atau tidak mampu merenung dan berpikir. Jadi scrolling, main game, nonton berlebihan, dan lain sebagainya ternyata adalah sebuah pelarian. Setidaknya menurut Blaise Pascal. Ketika seseorang memikirkan keadaan diri sendiri, ‘kok saya belum punya pencapaian’, ‘kok teman lain sudah produktif’, ‘kok masih jadi beban’. dan lain sebagainya, muncul ketidaknyamanan. Sehingga smartphone adalah solusinya. Scrolling dalam rangka mengalihkan diri dari pikiran-pikiran yang membuat tidak nyaman. Padahal pikiran tersebut ada untuk menantang diri agar lebih produktif. Pikiran tersebut sebenarnya perlu untuk direnungkan dan dicarikan solusinya. namun dilemahkan oleh ketidakmauan dan ketidakmampuan untuk merenung. Ini seperti siklus lingkaran setan.

Overthinking vs Muhasabah

Sayangnya, gara-gara media sosial pula, pikiran-pikiran yang datang tersebut dianggap pemicu overthinking. Karena takut overthinking, akhirnya ngga mau thinking sama sekali. Kan bahaya. Padahal berpikir itu penting, apalagi tentang diri sendiri. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab radyhiallahu anhu :

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوهَا قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَجَهَّزُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ

Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiaplah untuk pertemuan yang agung (hari Kiamat)

Namun berpikir yang dimaksud disini adalah berpikir produktif. Berpikir yang menuju amalan, berbuah solusi serta jalan keluar. Bukan berpikir yang tidak jelas ujungnya dan berlarut-larut. Berikut perbedaan introspeksi (muhasabah)

OverthinkingIntrospeksi / Muhasabah
Terjebak dalam lingkaran pikiran negatif tanpa akhir.Fokus pada pencarian solusi atau hikmah.
Menyebabkan kecemasan dan rasa bersalah berlebihan.Membawa ketenangan dan perbaikan diri.
Contoh :
– “Kenapa sih aku begini-begini aja?
“Kenapa aku belum punya pencapaian?”
– “Bagaimana kalau aku gagal?”
Contoh :
– “Apa yang bisa kulakukan agar lebih baik lagi?”
– “Bagaimana aku meningkatkan kapasitas diri sendiri?
– “Apa rencana B apabila terjadi kegagalan?”

Jadi, biar tidak overthinking, tipsnya adalah berpikir untuk berbuah perbuatan, suatu tindakan. Solusi nyata yang bisa dilaksanakan. Seringkali overthinking justru disebabkan karena ketergantungan eksekusi kepada sesuatu yang tidak bisa terwujud. Contoh : Saya akan mulai bisnis kalau saya punya modal, saya akan mulai berkarya kalau saya ada laptop, saya mulai produktif kalau ada fasilitas. Nah inilah yang menjadi masalah, menunggu variabel lain untuk memperbaiki diri. Padahal ada alternatif tindakan lain yang bisa dikerjakan tanpa harus menunggu variabel yang belum ada tadi.

Mari kita putus siklus overthinking ini. Mulai dari kesadaran akan pentingnya waktu. Jangan terlalu terlena dalam keadaan rebahan sambil scrolling atau main game. Kalau tidak bisa, mari menggunakan aplikasi yang memantau screen time atau membatasi waktu penggunaan aplikasi harian. Mulailah merancang apa saja yang harus dikerjakan dan tidak berlarut-larut memikirkannya. Lebih baik fokus pada sesuatu yang bisa dikerjakan sekarang meskipun kecil daripada berlarut-larut pada mimpi besar yang tak terencana. Jangan lupa berdoa, agar Allah memberikan jalan dan kemudahan.

Bagikan post ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kolom Pencarian

Post Terbaru

Arsip Blog

Berlangganan via E-Mail