Tak Semua Buku Akan Dibaca

Oleh

|

|

Waktu Baca: 3 menit

Budaya Ilmu dan Literasi

Saya memperhatikan suasana di Gontor mapun di Jogja, ada satu kesamaan, yaitu kecintaan akan ilmu.

Gontor, tak heran, santri ataupun asatidz kemanapun selalu membawa buku. Bahkan ketika masa-masa ujian, santri bisa dihukum kalau keluyuran tidak membawa buku. Tapi tanpa hukuman pun pasti akan merasa rugi kalau tidak membawa buku. Lha wong santri itu banyak antrinya dan tidak punya HP. Masa iya antri menunggu mandi sambl ngelamun? Paling ngobrol, itupun khawatir kanan kiri ada jasus bahasa. Maka paling aman adalah sambl baca buku, belajar.

خَيْرُ جَلِيْسٍ فِي الزَّمَانِ كتِاَبٌ

Sebaik-baiknya tempat duduk di segala zaman adalah buku

Ketika di UNIDA Gontor, saya kagum dengan perpustakaan CIOS (Centre of Islamic and Occidental Studies). Konon buku yang ada di dalamnya adalah milik Ustadz Hamid semua. Budaya ilmu yang terbangun di lingkungan UNIDA Gontor pun sangat mendukung. Kala itu ustadz Hamid menekankan mahasiswa untuk banyak melakukan tiga hal : membaca, menulis, dan berdiskusi. Dosen pun sebagian tinggal di dalam kampus, maka terkadang malam hari dosen-dosen duduk bersama mahasiswa untuk diskusi dan tukar pikiran.

Jogja pun tak kalah menyenangkan. Awal-awal saya di Jogja, waktu masih jalan kaki ke kampus, saya mengenal Toko Buku Raja Murah. Kala itu lokasinya strategis, di Gejayan, searah jalan pulang ke kos. Jadi sambil pulang mampir untuk tengok-tengok buku murah di bawah 30k. Kalau ada yang mahal disimpan dulu, besok-besok kalau ada uang kesana lagi beli. Tapi tak selang berapa lama, sekitar tahun 2017, Raja Murah pindah digantikan oleh Makaroni Ngehe sampai sekarang.

Kakak-kakak tingkat khususnya aktivis dakwah pun juga tak kalah antusias soal buku. Mereka bisa promosi buku di story-story Whatsapp sekaligus berbagi kutipan-kutipan dari buku. Mereka mengenalkan kepada saya buku-buku Said Hawwa, Abdullah Nashih Ulwan, Majid Irsan al-Kilani, dsb. Sehingga penasaran, ikut punya, ikut baca.

Alhamdulillah buku tak lekang oleh waktu. Walau ada e-book, website, pdf, tapi buku cetak masih memiliki peminatnya sendiri. Toko buku besar seperti Gramedia dan Togamas masih eksis hingga sekarang. Penulis baru bermunculan, buku-buku tetap terbit. Maka, masa sih minat baca rendah?

Siapa yang Baca Buku Hari Ini?

Beberapa waktu lalu saya mengisi agenda mahasiswa, terselip pertanyaan, “siapa yang bawa buku hari ini?”. Saya beri waktu yang agak lama, barangkali malu atau belum mau angkat suara. Bukan pertama kali, saya sempat menjadi pemateri di salah satu kegiatan mahasiswa baru dua tahun lalu. Saya tanyakan hal yang sama, beberapa mahasiswi angkat tangan. Salah satu angkat tangan dan menunjukkan buku Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Walaupun tidak punya bukunya, saya langsung ngeh buku tersebut dan penulisnya.

Hari ini kegiatan baca buku semakin menyenangkan. Ada komunitas bookparty yang beberapa kali mengajak sharing buku atau sekadar silent book reading. Perpustakaan di Jogja juga ngga tanggung-tanggung, lengkap dan punya fasilitas yang nyaman. Memang cocok untuk jadi tempat dengan tingkat literasi tertinggi di Indonesia.

Tak Semua Buku Akan Dibaca

Saya pernah dengar keluhan teman ketika hendak membeli buku, “pengen sih, tapi buku yang kemarin aja belum dibaca?”.

Buku tak seperti makanan ataupun obat nyamuk, yang menunggu habis dulu baru boleh beli yang baru. Tak ada larangan membeli buku baru walau ada buku lama yang belum dibaca. Karena tidak setiap waktu kita akan ada rezeki untuk membeli buku.

Selain itu, pasti masih banyak buku yang menarik dan perlu dibaca. Dan tentu saja, kecepatan membaca kita tidak akan sebanding dengan kecepatan buku-buku baru terbit. Selagi kita membaca dua halaman, mungkin ada ratusan penulis yang tengah menulis dua halaman pula. Maka, kita tidak akan membaca semua buku. Beli saja dulu, setidaknya ada warisan yang bisa disampaikan ke anak-anak kita selain harta, yaitu buku.

Terakhir, mengapa tidak semua buku akan dibaca? Karena manusia memang tak ditakdirkan memiliki semua pengetahuan. Selalu ada yang kita tidak tahu dan biarlah itu jadi ketidaktahuan kita. Betapa luasnya samudra ilmu yang tak akan mampu kita jelajahi semuanya. Itupun baru ilmu dunia yang dimiliki oleh seluruh manusia, hanya setetes dibandingkan ilmu Allah yang jauh lebih luas lagi. Biarkan buku-buku yang tidak terbaca itu jadi tanda, bahwa seberapapun pengetahuan kita masih sangat pendek dan dangkal.

Bagikan post ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kolom Pencarian

Post Terbaru

Arsip Blog

Berlangganan via E-Mail