The Super Mario Effect

Oleh

|

|

Waktu Baca: 5 menit

Ke depan, setelah saya menuntaskan buku The Anxious Generation karya Jonathan Haidt. Saya akan menerbitkan beberapa tulisan disini, khususnya mengenai gawai, game, media sosial, serta kaitannya dengan kecanduan dan kesehatan mental. Tapi itu nanti, masih banyak yang harus saya pelajari, ada sekitar 448 halaman dan saya baru sampai di halaman 300 dalam waktu hampir sebulan ini.

Berbicara soal game, sebenarnya 5 tahun lalu saya pernah menerbitkan tulisan tentang The Super Mario Effect. Tulisan yang sebenarnya hanya membahasakan ulang riset dan penampilan TedX Talks dari salah seorang Youtuber Mark Rober. Tulisan tersebut saya unggah ke website Nalar Pemuda Indonesia dengan judul “Belajar dari Super Mario Bros”. Saya unggah pada tanggal 27 Mei 2020.

Nah berikut ini tulisan tersebut dengan sedikit perbaikan, versi asli bisa ke link di atas.


Belajar dari Super Mario Bros (judul asli)

Coba perhatikan soal matematika integral dibawah ini?

Kalau saya suguhkan soal-soal matematika di atas kertas seperti di atas, apakah anda akan tertarik untuk menyelesaikan? Rasanya tidak. Tapi bagaimana jika saya suguhkan dengan permainan yang dulu sering kita mainkan seperti di bawah ini?

Apa hubungan keduanya? Keduanya terasa berbeda jauh, yang satu soal matematika rumit dan satu lagi permainan yang menyenangkan. Tapi keduanya secara konsep sejatinya sama.

Soal matematikan merupakan masalah, yang harus diselesaikan dengan menggunakan logika matematika seperti ‘Jika a ditambah b maka c lalu gunakan cara d, dan seterusnya’. Daya ingat untuk rumus, kemampuan memahami pola, serta kegigihan menyelesaikan masalah sangat dibutuhkan.

Nah, begitu pula dengan permainan Super Mario Bros di atas. Konsepnya kurang lebih sama, ‘Jika ada kura-kura menabrak saya, maka saya akan mati. Maka saya harus melompat agar selamat. Dan jika makan jamur, saya akan besar, dan seterusnya‘. Daya ingat tentang tombol-tombol yang harus ditekan, kemampuan memahami pola lawan, serta kegigihan untuk mencapai garis finish sangat dibutuhkan.

Yap, sederhananya, antara matematika dan permainan konsol seperti Super Mario Bros sama-sama membutuhkan logika dan daya ingat sebagai solusinya.

Riset Unik dari Mark Rober

Seorang Youtuber bernama Mark Rober melakukan penelitian kecil-kecilan kepada subscriber-nya secara online. Ia membuat sebuah game online di internet yang bisa dimainkan oleh siapapun. Game-nya tentang coding dimana seseorang diminta membuat code melalui puzzle . Code tersebut akan menjalankan mobil melewati rintangan hingga mencapai garis finish.

Namun subscriber-nya atau siapapun yang memainkan game ini tidak tahu bahwa ada A/B test dalam game tersebut. Game tersebut memiliki dua versi untuk penelitian. Game versi A, ketika seseorang memainkan dan gagal, maka dia akan kembali ke titik awal permainan. Biasa, tak ada kerugian apapun. Namun  di Game versi B, setiap kali seorang pemain kalah dalam game ini maka dia akan kehilangan 5 dari 200 point yang ia dapatkan ketika mulai permainan. Ingat, hanya 200 poin yang sebenarnya tidak bernilai apapun dari sisi pemain. Tapi pemberian poin di awal permainan tersebut, memberikan pengaruh besar.

Nah dari dua versi game tersebut, terkumpul 50.000 data yang masuk dan dihitung rata-rata keberhasilan orang dalam dua game tersebut. Hasilnya :

Dapat dibaca bahwa 68% berhasil menyelesaikan game tersebut dengan versi A (tanpa sistem pengurangan poin) dan 52% berhasil menyelesaikan dengan versi B (menggunakan sistem pengurangan poin). Artinya lebih banyak orang yang berhasil menyelesaikan game tanpa sistem pengurangan poin. Selanjutnya, dapat disimpulkan juga bahwa tanpa sistem poin, pemain akan mencoba lebih banyak yaitu hingga 12 kali percobaan, sedangkan dengan sistem pengurangan poin, pemain hanya mencoba rata-rata hingga 5 kali. Padahal dengan 200 poin dan setiap kegagalan dikurangi 5 maka setidaknya setiap pemain bisa mencoba hingga 40 kali.

Maka dapat disimpulkan dari percobaan kecil-kecilan ini. Bahwa orang yang melihat adanya konsekuensi dalam setiap kali kegagalannya, hanya akan sedikit mencoba dan tentunya memiliki potensi keberhasilan yang lebih rendah. Sedangkan mereka, yang melihat bahwa dalam setiap kali mencoba tidak ada konsekuensi apapun di depannya, maka akan lebih sering mencoba dan memiliki potensi keberhasilan yang tinggi.

Kunci Belajar adalah Fokus Terhadap Tujuan. Bukan Fokus dengan Kegagalan

Itulah mengapa, game lebih diminati ketimbang soal matematika dalam hal usaha memecahkan masalah. Game berhasil  membuat seseorang tertarik sekaligus penasaran dengan hasil yang ia peroleh ketika menyelesaikan game tersebut. Adapun ketika gagal, tidak ada konsekuensi besar yang dipertaruhkan dalam kehidupan nyata, It’s just a game. Sedangkan soal matematika bisa saja memberikan konsekuensi berupa, takut untuk terlihat bodoh atau tidak bisa, malu dengan teman sekelas, takut dimarahi orang tua, dan seterusnya.

Maka analogikan dengan seorang balita yang belajar untuk berjalan. Tentu ia memiliki tujuan untuk berhasil berjalan. Balita sama sekali tidak memikirkan konsekuensi ketika dia gagal. Ia tidak malu ketika jatuh di depan orang banyak. Ia memang merasakan sedikit sakit karena terbentur lantai, tapi itu biasa. Insting dari balita adalah fokus dengan tujuan agar bisa berjalan. Nah begitu pula seharusnya kita dalam hal belajar apapun, yaitu fokus dengan tujuan.

Coba ingat-ingat ketika bermain Super Mario Bros atau bermain game lain. Suatu saat kita gagal di salah satu level, misal karena masuk jurang. Otak kita tidak akan berpikir :
“Ah, kita gagal, kita seharusnya malu. Mari tidak bermain game ini lagi!”. Tapi secara otomatis otak kita akan mengatakan : “Oke, Baik kita kalah disini, mari kita ingat bahwa disini ada jurang, dan di permainan berikutnya kita akan loncat sehingga tidak masuk jurang”.

Nah inilah yang menurut Mark Rober disebut dengan Super Mario Effect. Fokus pada tujuan dan bukan fokus pada halangan. Ketika kita bermain game tadi, kita fokus betul untuk menyelesaikan tugas bukan memikirkan masalah hingga berlarut-larut. Sehingga ketika belajar hal apapun bisa selayaknya sedang bermain game. Gunakan gamification. Bahwa kegagalan adalah hal biasa dalam pembelajaran. Hal terpenting adalah fokus pada tujuan. Jika gagal ambil pelajaran, dan jika berhasil teruslah penasaran. Kemudian carilah tujuan dari permainan selanjutnya, eh pembelajaran selanjutnya.

Bagikan post ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kolom Pencarian

Post Terbaru

Arsip Blog

Berlangganan via E-Mail