Antara Microsoft 365 dan Google Workspace

Oleh

|

|

Waktu Baca: 2 menit

Dulu, kita terbiasa menggunakan Microsoft Office. Siapa yang tak kenal Word (editor teks), Excel (spreadsheet), atau PowerPoint (presentasi)? Microsoft Office pertama kali merilis ini sebagai paket pada tahun 1990 (setelah Word dan Excel muncul terpisah di 1983 dan 1985). Paket ini sukses digunakan di berbagai belahan dunia. Bahkan komputer jadul kita sekalipun, pasti kenal dengan tiga software ini.

Lalu gerakan anti-piracy menguat. Pembayaran internasional semakin mudah dan internet kian cepat. Microsoft semakin gencar memblokir pembajak. Akhirnya sebagian pengguna yang selama ini membajak haru memilih bayar. Ada juga yang sejak membeli device atau laptop, mencari yang sudah bundling dengan Office. Banyak pula yang beralih ke alternatif seperti WPS Office atau LibreOffice.

Tahun 2006, Google memperkenalkan Google Workspace (dulu bagian dari Google Drive). Saat itu, fitur ini belum populer—Google lebih dikenal sebagai mesin pencari dan pemilik browser sejuta umat, Chrome. Tapi mereka sudah menawarkan revolusi: office suite berbasis browser, ngga perlu instal!

Banyak teman saya akhirnya beralih ke Google Workspace. Apalagi untuk kebutuhan organisasi dan lembaga. Mereka tentu terbantu dengan fitur kolaborasi real-time. Satu dokumen diedit bareng-bareng. Hingga akhirnya melekatlah di pikiran banyak orang, “Kalau edit dokumen online, ya pakai Google.”. Tapi, saya—yang sudah terlatih di ekosistem Microsoft—agak kerepotan adaptasi ke Google Workspace. Meski mirip, banyak detail yang berbeda. Rasanya agak lebih lambat kalau kerja di Google Workspace.

Tahun 2013 Microsoft merespons dengan Office 365 (kini Microsoft 365). Fiturnya serupa: office suite berbasis browser. Saya mencoba versi ini dan ternyata lumayan. Pengalaman yang saya rasakan tidak jauh berbeda dengan Microsoft Office versi aplikasi. Karena itu, saya kerap promosikan Microsoft 365 ke rekan-rekan. Tujuannya agar tidak melulu Google Workspace dan agar kenal bahwa Microsoft juga ada versi browser.

Sayangnya, tidak semua orang punya akun Microsoft. Berbeda dengan akun Google yang otomatis punya ketika membuat Gmail. Apalagi, free storage Microsoft cuma 5GB—jauh di bawah Google Drive yang 15 GB. Faktor lain adalah integrasi Google yang mulus dengan Android. Pengguna lebih memilih yang praktis: foto dari HP, upload ke Google Photos, langsung edit di Slides. Simpel!

Tapi untuk dokumen panjang atau spreadsheet kompleks, saya tetap pilih Microsoft. Mereka sudah lama mengembangkan teknologi office—bahkan Google sampai saat ini pun masih bergantung pada format .docx atau .xlsx.

Jadi maksud saya adalah: Hei, teman-teman Microsoft Word juga bisa online lho! Jangan Google Docs melulu!

Bagikan post ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kolom Pencarian

Post Terbaru

Arsip Blog

Berlangganan via E-Mail