Apakah Kita Seorang Inovator? Ataukah Laggards?

Oleh

|

|

Waktu Baca: 6 menit

Saya sempat membaca salah satu buku dari Hermawan Kertajaya, yang konon disebut sebagai Bapak Marketing Indonesia. Buku pertama yang saya baca dari beliau adalah buku lawas berjudul “On Brand” yang ternyata diterbitakn pertama kali tahun 2004. Sedangkan saya sendiri membaca di hari Minggu, 26 September 2021. Kok ingat? Ketika membaca dan saya catat di OneNote, aplikasi OneNote dari Microsoft langsung mencantumkan tanggalnya.M

Nah salah satu catatan yang menarik dari buku tersebut adalah teori Difusi Inovasi oleh Everett Roggers. Teori ini menjelaskan bagaimana orang-orang mengadopsi atau berinovasi terhadap sesuatu.

1. Inovator (Innovators) 2,5%

Inovator adalah kelompok pertama yang mengadopsi suatu inovasi. Bahkan mungkin mereka sendiri yang melakukan inovasi. Jumlah mereka sangat sedikit, hanya 2,5%. Mereka adalah yang berani mengambil risiko. Biasanya memiliki sumber daya finansial yang memadai. Mereka juga terkadang terhubung dengan komunitas ilmiah atau teknologi. Inovator cenderung mencari hal-hal baru, melakukan eksplorasi. Namun sangat mungkin mereka menghadapi kegagalan atau ketidakpuasan jika inovasi belum sempurna.

Jika saya harus mengambil contoh, maka contoh paling unik adalah Ford, ya Henry Ford. Ia memang bukanlah penemu mobil, tapi ia adalah pelopor produksi mobil secara massal. Saat masyarakat pada waktu itu bahkan belum butuh dan belum terlalu mengenal mobil. Mobil merupakan barang mewah (walaupun saat ini juga), tapi kala itu sangat mewah. Ford berinovasi, mengubah barang mewah menjadi kebutuhan massal. Ia juga yang pertama kali menerapkan assembly line (lini perakitan) dalam produksi mobil.

2. Pengadopsi Awal (Early Adopters) 13,5%

Tidak semua inovasi akan ditiru, karena kebanyakan orang akan wait and see. Namun akan muncul para early adopters, para pengadopsi awal. Mereka yang juga sedikit banyak bertaruh resiko, tapi jika berhasil merekalah yang juga akan mendapatkan keuntungan besar. Pengadopsi awal sangat peka dengan perubahan. Mereka akrab dengan dinamika kehidupan, tidak anti dengan hal-hal baru, dan siap berproses. Mereka juga pengelana, bahkan tak sedikit dari mereka yang beralih dari early adopters ke inovator.

Steve Jobs, selaku inovator untuk smartphone touchscreen yakni Iphone, memperkenalkan ke pasar dengan cara unik. Tahun 2007, ia datang dengan Iphone dan Stylus (yang biasa digunakan pada smartphone kala itu). Lalu ia berkata, “buat apa kita menggunakan stylus, jika tuhan telah memberikan kita lima stylus (yakni jari-jari kita)”. Ia mengatakan tersebut sembari membuang stylus kala itu. Inovasi ini unik, sekaligus menarik. Android, menyusul di tahun berikutnya, 2008, sebagai Early Adopters. Hingga kini teknologi touchscreen erat pada smartphone (dan warung Tegal, wkwkw).

Teknologi Touchscreen di warung tegal (kompasiana.com)

3. Mayoritas Awal (Early Majority) 34%

Mayoritas awal adalah kelompok pertengahan. Mereka bukanlah pelopor, namun juga bukan orang yang terlambat. Jika ada yang benar-benar wait and see, merekalah orangnya. Mereka benar-benar see (memperhatikan) dan bersiap segera mengambil langkah yang diperlukan untuk bergabung dalam suatu inovasi. Mereka biasanya pragmatis, apa yang menguntungkan akan mereka ikuti. Proses mereka lambat dibandingkan inovator ataupun early adopters, tapi mereka dapat memastikan bahwa yang akan mereka lakukan benar-benar tepat dan menguntungkan.

Mungkin bagi generasi zaman ini, sudah mengenal tokopedia.com atau shoppe.com sebagai raja marketplace di Indonesia. Tapi sejatinya, mereka sudah masuk early majority. Karena jika berbicara di Indonesia, sebagai salah satu penghuni bilik warnet, tahun-tahun 2009-an kita sudah mengenal tokobagus.com. Dimana kita bisa berbelanja dan menjual barang melalui online. Namun karena khawatir terjadi penipuan, biasanya orang-orang memilih ketemuan dan transaksi di lokasi. Saya masih ingat, beli tas dari iklan di tokobagus.com. Nah mungkin tokobagus bisa dibilang early adopters atau bahkan inovator. Ia mempelopori transaksi jual-beli online pertama. Sebelum akhirnya merger dengan berniaga.com menjadi OLX.co.id (saat ini). Walaupun sekarang kalah pamor dengan tokopedia.com atau shoppe.com, tapi merekalah yang membuka pasar dan mengedukasi masyarakat. Bahkan segala perbaikan yang hari ini ada seperti escrow (dana ditahan marketplace sebelum produk diterima pihak pembeli) adalah evaluasi dari fraud-fraud yang terjadi di tokobagus.

4. Mayoritas Akhir (Late Majority) 34%

Ada fase dimana suatu pasar sudah disebut dengan keruh. Pasar yang keruh adalah ketika sudah banyak sekali orang berjualan untuk suatu produk sedangkan pembeli sudah teredukasi dan telah memiliki preferensi produk masing-masing. Late majority, antara dua hal, ia datang ketika pasar sudah keruh atau dialah yang memperkeruh pasar. Ketika orang lain sudah banyak terlibat dalam suatu inovasi, late majority baru bergabung. Kemungkinan karena gagal melihat antusiasme pasar lebih awal. Kemungkinan lain adalah ikut bergabung karena tekanan pasar. Justru, mayoritas akhir yang berpikir jernih, juga mempertimbangkan resiko yang semakin besar, apabila terlambat bergabung.

Contoh dari mayoritas akhir yang menurut saya unik adalah maxim. Transportasi online asal Rusia ini baru masuk ke Indonesia setelah duopoli Grab dan Gojek berjaya. Ojek online dimulai dari Gojek tahun 2010. Gojek memang menginisasi sistem pemesanan ojek via telepon. Namun secara aplikasi yang terintegrasi, Uber bisa dibilang pesaing ketat. Apalagi di luar negeri, Uber telah memiliki modal yang cukup kuat. Saya pribadi, karena dahulu pengguna Windows Phone, satu-satunya aplikasi ojek online yang ada di Windows Store ya Uber. Sempat tahun 2016, hanya beberapa bulan, saya jadi pelanggan uber. Uber Gojek, menurut saya inovator. Grab adalah Early Adopters. Major Majority kita kosongkan karena tidak ada yang sekuat Gojek dan Grab dalam bertarung di pasar ojek online Indonesia. Namun di tengah kedua aplikasi duopoli ini hendak raih laba, hadir sebagai penantang baru. Ia hadir enam tahun setelah Gojek dan Grab bersaing ketat di pasar yang sudah agak keruh diperebutkan keduanya.

5. Kolot (Laggards) 16%

Jika ada yang benar-benar terlambat membaca arah inovasi, mereka adalah laggards, ya kolot. Ketika hampir semua orang beralih ke inovasi terbaru mereka baru bergabung. Banyak kasus mereka akan benar-benar tergerus kalah oleh dunia, apalagi jika mengambil langkah yang ragu-ragu. Mereka baru benar-benar berubah jika hampir kalah dan tidak ada pilihan lain selain mengadopsi inovasi.

Nokia, Blackberry, dan Kodak adalah beberapa jenis contoh laggards di bidang mereka masing-masing. Mereka dengan cepat tenggelam oleh kejayaan para pesaing yang baru lahir.

Nokia mulanya adalah inovator feature phone. Ia berhasil mengembangkan handphone yang memiliki banyak aplikasi. Generasi 90-an mana yang tak pernah menyentuh Nokia. Saya sendiri sempat memiliki HP Nokia 2626. Namun Nokia gagal beradaptasi kala Android dan Iphone mulai berinovasi. Khususnya keberhasilan mereka membangun pasar kolaborasi untuk aplikasi di dalam handphone. Nokia yang masih terkunci pada Symbian akhirnya harus takluk dengan berbagai aplikasi karya developer yang memilih membangun di Android dan Iphone.

Namun kolot tak selalu buruk. Kolot juga bisa menjadi baik. Apalagi jika diiringi otentisitas dan tradisi. Mereka tetap mampu menghadirkan nilai inti yang menjamin keunikan dan keaslian. Bahkan mereka masih memiliki cerung pasar yang setia.

Rolex memang produsen jam tangan. Namun di kala jam tangan kini hadir dengan berbagai fitur yang terkoneksi dengan smartphone, Rolex justru bertahan di jam tangan biasa. Namun ini menjadi nilai tambah. Batik Tulis juga salah satu contohnya, ia tetap eksis meskipun metode printing mampu menghasilkan karya yang lebih keren dan kompleks. Radio, Vinyl, Kopi Arab, Sabun Zaitun Aleppo, dan lain-lain adalah contoh bagaimana kolot boleh jadi baik, asalkan membawa keunikan dan otentisitas.

Seberapa Inovator Kita?

Nah masalahnya, di tengah berbagai dinamika perkembangan di sekitar kita, kita ada di posisi mana? Jika FOMO, seberapa FOMO kita? Apakah masuk Early Adapters atau bahkan Late Majority?

Saya mendapati hari ini, banya orang berbondong-bondong orang menjual produk digital melalui lynk.id. Sebenarnya ini adalah hal yang bagus, sudah lama lynk.id memang menyediakan jasa penjualan produk digital. Namun akhir-akhir ini, semakin booming. Produk digital bisa buku, materi video, materi pdf, worksheet, dan lain sebagainya. Tapi jika masuk sekarang, perlu dilihat terlebih dahulu diposisi mana kita. Mengingat tak sedikit, influencer, penjaja produk digital, mengatakan, “saya dapat 100 juta pertama dari lynk.id” dan sejenisnya. Padahal ia telah masuk lebih awal, belum tentu yang masuk hari ini akan sama seperti penjaja.

Bukan pesimis, hanya mengajak pembaca untuk memperhatikan, dimana posisi kita sekarang ?

Bagikan post ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kolom Pencarian

Post Terbaru

Arsip Blog

Berlangganan via E-Mail